6 Okt 2009

PROYEK BERMASALAH DAN UUJK NO. 18 TH 1999



PROYEK BERMASALAH DAN ANCAMAN PIDANA
Banyak yang tidak tahu (dan belum membaca) bahwa telah ada Undang-undang Jasa Konstruksi No. 18 tahun 1999. Yang memprihatinkan justru banyak orang-orang yang terlibat di usaha jasa konstruksi (kontraktor dan konsultan) yang belum pernah membacanya. Usia UUJK sudah sepuluh tahun, apa manfaatnya selama ini bagi dunia konstruksi di Indonesia? Sepertinya belum banyak manfaatnya, buktinya hampir setiap saat ada saja proyek bermasalah.

Yang sudah dilaksanakan hanya ketentuan tentang perlunya orang-orang yang terlibat diusaha jasa konstruksi memiliki sertifikat keterampilan / keahlian. Maka diadakanlah proyek sertifikasi oleh berbagai lembaga, yang sudah tentu menambah beban bagi perusahaan atau orang perorang. Bayangkan, untuk mendapatkan sertifikat orang harus keluar uang jutaan. Sedangkan umur sertifikat hanya tiga tahun. Manfaat sertifikasi selama ini belum jelas kelihatan hasilnya. Orang yang sudah punya sertifikat dan yang tidak punya sertifikat sama saja, tetap bisa bekerja diproyek-proyek pemerintah. Dan walaupun orang yang terlibat disuatu proyek sudah punya sertifikat, belum menjamin proyeknya tidak bermasalah.

Seharusnya dengan adanya UUJK proyek bermasalah bisa diminimalkan. Kalau merujuk UUJK, penyedia jasa yang bermasalah bisa dikenakan pasal pidana atau denda. Selama ini yang terjadi kebanyakan hanya diblacklist bagi penyedia jasa yang bermasalah, sedangkan proyeknya tetap dibiarkan bermasalah Dengan dipidana dan sudah tentu harus diblacklist juga, maka penyedia jasa akan berpikir seribu kali kalau mau bekerja tidak professional.

Tanggung jawab penyedia jasa (kontraktor atau konsultan) disebutkan dalam Pasal 26 UUJK :
1. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi.
2. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.

Sedangkan tanggung jawab bagi pengguna jasa dinyatakan dalam Pasal 27 UUJK yang bunyinya : “Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggungjawab dan dikenai ganti rugi.”

Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini. Sanksi pidana dicantumkan dalam pasal 43 yang menyebutkan :

1. Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhiketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.

2. Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak.

3. Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.

Sedangkan yang dimaksud dengan kegagalan bangunan dijelaskan pada Pasal 1 Ketentuan Umum UUJK point 6 : Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa;

Salah satu contoh proyek bermasalah beberapa tahun yang lalu adalah konstruksi gedung salah satu rumah sakit kabupaten di Bali. Dipertengahan jalan proyek tersebut mangkrak yang ternyata disebabkan karena strukturnya tidak kuat. Pemkab bukannya mencari siapa yang harus bertanggungjawab terhadap masalah tersebut, tetapi malah mengeluarkan biaya lagi baik untuk mencari ahli struktur dan kontraktor untuk menambah kolom-kolom sebagai perkuatan. Seharusnya diperiksa letak kesalahannya, apakah pelaksanaannya atau perencanaannya yang salah. Selanjutnya tinggal terapkan saja pasal-pasal dalam UUJK sehingga biaya perbaikan bisa dibebankan kepada pihak yang bersalah…

0 komentar:

Posting Komentar