15 Sep 2011

MENJEBOL MUTU PROYEK


Editorial Media Indonesia yang disiarkan oleh Metro TV pada hari Sabtu tanggal 3 September 2011 cukup membikin merah muka para civil engineer idealis di negeri ini. Tidak terkecuali saya, walaupun saya tidak berani menyebut diri sebagai seorang idealis. Betapa persepsi masyarakat terhadap suatu proyek begitu negatifnya, terutama terhadap proyek-proyek pemerintah. Setiap mendengar kata proyek, maka masyarakat awam akan menganggap proyek itu isinya mark up, tipu menipu, KKN, penyimpangan bestek dan lain-lain yang negatif.

Padahal tidak semua proyek isinya tipu-menipu dan KKN. Masih ada kontraktor yang bertanggung jawab terhadap mutu. Masih banyak di negeri ini insinyur sipil yang idealis, yang tidak mau menggadaikan ilmu dan idealismenya demi rupiah. Akan tetapi hal-hal yang baik jarang muncul dan diberitakan. Mungkin dianggap kerja yang baik dan professional memang tugasnya para insinyur sehingga tidak perlu diberitakan. Yang perlu diberitakan yang jelek-jelek agar para insinyur punya rasa malu dan mau berubah kearah yang lebih baik.

Resiko bekerja jelek sudah pasti ada akibatnya. Proyek bisa bermasalah secara teknis dan menyebabkan kegagalan bangunan jika dikerjakan dengan penyimpangan spek. Kalau sudah terjadi kegagalan bangunan maka sanksi pidana dan denda bisa mengancam pihak yang terlibat sesuai UUJK No. 18 Tahun 1999. Sedangkan resiko bekerja dengan memainkan angka-angka (markup dan penyunatan anggaran) bisa menyebabkan proyek ambruk dan salah-salah dijerat tindak pidana korupsi.

Pilihan ada pada para insinyur. Mau bekerja dengan baik sehingga bisa tidur nyenyak tanpa dibayangi sanksi pidana, atau mau cari materi sebanyak-banyaknya sehingga dibayang-bayangi ruang penjara? Mari kita manfaatkan ilmu kita untuk kebaikan negeri ini.

Inilah kutipan Editorial Media Indonesia beserta komentar negative masyarakat terhadap proyek-proyek pemerintah.

Menjebol Mutu Proyek
Sabtu, 03 September 2011 00:00 WIB

TRAGEDI terjadi lagi. Meski tidak menelan nyawa, ratusan ribu orang merintih kekurangan air bersih. Itu bukan terjadi nun jauh di sana di pelosok negeri ini, melainkan di ibu kota negara, Jakarta.

Tanggul Kanal Tarum Barat di Kalimalang, Jakarta Timur, jebol pada Rabu (31/8). Air dari tanggul itu merupakan bahan baku air bersih untuk kebutuhan warga Jakarta. Akibat ambruknya tanggul, pasokan air bersih untuk rumah tangga, industri dan perkantoran di Jakarta Pusat, dan sebagian Jakarta Barat serta Jakarta Utara pun terganggu.

Istana Presiden, Balai Kota DKI, dan Gedung DPR tidak luput dari kekurangan pasokan air bersih. Truk tangki air bersih hilir mudik memenuhi pasokan air bersih di tiga gedung istimewa itu.

Telah menjadi kebiasaan, setelah musibah barulah para pejabat ramai-ramai meninjau lokasi. Aneka argumentasi dan teori pun keluar sebagai jurus pembelaan diri.

Divisi Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, misalnya, berkilah bahwa salah satu penyebab ambruknya tanggul ialah pencurian air melalui pipa-pipa liar.

Perum Jasa Tirta II sebagai pemilik tanggul Kanal Tarum Barat sudah jauh hari mencatat ada 4.000 titik pengambilan air secara ilegal.

Tidak hanya itu. Pembangunan 54 jembatan penyeberang yang melintasi kali dengan tiang-tiang besi ikut melonggarkan kerekatan tanah. Selain itu, pemasangan tiang pancang jalan layang Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) di samping dinding kali merusak konstruksi tanah.

Tanggul yang jebol itu baru berusia 40 tahun, padahal tanggul itu dibangun dengan konstruksi berkekuatan hingga usia 100 tahun.

Mudah ditebak mengapa kekuatan tanggul hanya berumur 40% dari yang seharusnya. Ini satu lagi bukti bahwa mutu proyek dijebol untuk membuncitkan pundi-pundi kontraktor dan aparat.

Sudah menjadi pengetahuan publik bahwa biaya proyek pemerintah selalu ditalangi terlebih dahulu oleh kontraktor. Kontraktor pun tahu bahwa nilai proyek sudah disunat kemudian dikaveling-kaveling sebagai upeti untuk disetor ke DPR, pejabat terkait, dan makelar anggaran.

Yang menjadi pertanyaan mengapa Perum Jasa Tirta membiarkan berlarut-larut walau telah mengetahui ada 4.000 titik pencurian air di tanggul Kanal Tarum Barat? Adakah kerja sama saling menguntungkan antara si maling air dan oknum Jasa Tirta?

Kita percaya proyek vital itu memiliki dana pemeliharaan yang mestinya bisa digunakan untuk merawat tanggul agar tidak bocor.

Meski kerusakan tanggul tidak menelan korban jiwa, harus diusut siapa yang bertanggung jawab atas bobolnya tanggul itu. Semestinya kita tidak hanya pintar mencari penyebab ambruknya tanggul, tetapi juga piawai menemukan siapa yang paling bertanggung jawab kemudian menggiringnya ke meja hijau. Jangan menjadi kebiasaan sebuah tragedi berlalu tanpa ada yang bertanggung jawab, karena pasti ini bukan bencana alam

Komentar2 :
Miris!
Bukan main! Ternyata mudah sekali untuk mensabotase ibukota negara ya. Perlu pimpinan yg mampu membuat Jakarta bebas dari sabotase, mulai dari kebutuhan pokok seperti air, listrik, sarana jalan dll. Apa jadinya kalau ada teroris yg melakukan pengrusakan di titik2 vital seperti itu? jakarta lgs lumpuh. Ini baru air, ke depan nanti apa lagi? Jadi pastikan pimpinan ke depan yg punya pemikiran jauh ke masa depan.
dikomentari oleh: Dewono - tanggal: 03-09-2011 07:28:18 WIB

Sudah Biasa
Hal ini sudah biasa terjadi di Indonesia, nilai proyek dipotong masuk kantong oknum penentu kebijakan, kalau tidak begitu kontraktor tidak dapat proyek. Tragisnya pemberian angpao tersebut tanpa kwitansi, ya akhirnya yang dikorbankan proyeknya seharus berumur 100 tahun baru 40 tahun jebol, akhirnya mereka saling menyalahkan...............ala Mak yang sakit kontraktornya.
dikomentari oleh: Erwanto Trustiadi - tanggal: 03-09-2011 07:10:32 WIB

Negara OMDO....
ndak usah heran,sudah biasa dan kita Indonesia sedang menuju NEGARA GAGAL DAN HANCUR...optimisme Pak SBY itulah khas pemimpin OMDO.....
dikomentari oleh: anthony - tanggal: 03-09-2011 06:37:32 WIB

MARI KITA DEFINISIKAN ARTI KORUPSI
Dinegeri ini tiap detik kita pasti bisa mendengar teriakan anti korupsi dan tekad bulat membasminya .Inilah koloni masyarakat yang PALING ANTI KORUPSI DIDUNIA.Ironisnya praktek korupsinya sendiri SEBENARNYA SEMAKIN MENJADI-MENJADI........MENGAPA? Karena tafsir akan korupsi sendiri memang masih tidak sama.Kalau dilakukan orang lain, namanya korupsi , tapi bila teman atau diri sendiri yang melakukannya maka itu namanya Rezeki
dikomentari oleh: Bungdamai - tanggal: 03-09-2011 06:30:39 WIB

Ada rupa ada harga?
Tapi pemeo ini sudah tidak berlaku di Indonesia diganti ada harga tapi rupa tetep jelek karena tidak jujur waktu menilai saat serah terima proyek. Biasanya kalau proyek kurang kuat ya rawatnya yang harus ditingkatkan. Di Indonesia rawat juga tidak ditingkatkan karena biaya rawat (maintanance) dikorup.
dikomentari oleh: sambodhosumani - tanggal: 03-09-2011 05:25:12 WIB

Jangan ada tempat menymai ketidak jujuran.
Jebolnya dam tidak kali ini saja, masih ingat Situ Gintung waktu itu juga ada yang bilang untung tidak ada kurban jiwa. Dengan kasus Buaran ini terungkap bahwa manusia Indonesia tidak kapok2: Tidak jujur, karena lalai, karena apa lagi. Harus meningkatkan kejujuran, ternyata untuk jujur juga harus teliti, tidak asal-asalan, hari Id dibiarkan ada dua, walaupun sepele (mungkin) bisa menyebabkan petaka, jangan jadikan UN (ujian negara) jadi tempat menyemai ketidak jujuran dsbnya
dikomentari oleh: sambodhosumani - tanggal: 03-09-2011 05:14:19 WIB
Pejabat bergelimang 'air'
Pejabat bergelimang air, rakyat musti berebut & antri air.... Beginikah negeri ini diurus?
dikomentari oleh: JZ - tanggal: 03-09-2011 05:04:57 WIB

Gara-gara Komisi
Pemenang tender proyek adalah kontraktor yg berani mengajukan harga tawaran terendah,berani kasih komisi lalu dikurangi dgn keuntungan kontraktor sama dengan mutu proyek yg rendah.
dikomentari oleh: nahop - tanggal: 03-09-2011 04:29:09 WIB

15 Mei 2011

ENGINEER 5/7



Ketika pertama kali mendengar istilah engineer 5/7, saya sempat bingung apa maksudnya. Mau bertanya ke orang yang mengucapkan istilah tersebut, rasanya kok masih malu-malu. Selama berpikir apa maksudnya dan menghubungkannya dengan topik yang sedang kita bahas, akhirnya seorang teman mengeluh bahwa selama ini dia hanya bekerja selama 5 bulan dalam setahun. Sisanya 7 bulan dalam setahun lebih banyak menganggur dan menunggu proyek berikutnya.

Sekarang saya paham, yang dimaksud engineer 5/7 adalah sarjana yang hanya bekerja selama 5 bulan dalam setahun dan sisanya (7 bulan) menganggur. Proyek-proyek pemerintah memang waktu pelaksanaannya pendek, antara 3 bulan sampai 8 bulan untuk proyek APBD dan APBN. Proyek-proyek multiyears jarang ada dan bisa dihitung dengan jari jumlahnya. Istilah engineer 5/7 lebih banyak untuk menggambarkan sarjana-sarjana teknik sipil yang bergerak dibidang jasa konsultan supervisi. Karena bidang supervisi yang paling banyak menyerap sarjana teknik sipil.


Penyedia jasa dalam bidang konsultansi, terutama yang bergerak diwilayah lokal biasanya tidak mempunyai tenaga tetap yang mencukupi. Banyak pertimbangan, salah satunya barangkali karena mereka tidak sanggup menghidupi engineer secara permanen karena belum tentu terus-terusan mendapat proyek. Jalan pintasnya memang dengan cara memakai tenaga kontrak yang hanya dipekerjakan selama proyek berlangsung, Setelah proyek selesai, penyedia jasa dan engineer putus hubungan. Engineerpun menganggur, dan penyedia jasa tidak punya tanggungan apa-apa lagi. Yang untung tentu penyedia jasa, yang buntung para engineer.
Penyedia jasa sudah pasti untung, tidak ada (belum ada) dalam kamus perusahaan konsultan rugi. Biaya yang dikeluarkan perusahaan konsultan biasanya hampir pasti, beda dengan perusahaan kontraktor yang resikonya bisa rugi. Perusahaan konsultan mencari untung dari selisih billing rate dengan sallary para engineer. Perusahaan akan membuat kontrak dengan para engineer dengan waktu sesuai man month dalam kontrak konsultan dengan pengguna jasa. Kadang-kadang ada perusahaan nakal yang hanya mempekerjakan engineer kurang dari man month yang dibayar pemerintah. Perusahaan pun tambah untung, yang buntung tetap para engineer....
Berapa sallary yang dibayar penyedia jasa untuk para engineer? Ironis, hanya 30 sampai 40 % dari billing rate. Seumpama penyedia jasa dibayar 100 oleh pengguna jasa (pemerintah) untuk 1 manmonth engineer, maka engineer hanya dibayar 40 oleh perusahaan. Yang 60% sisanya kemana? Tentu saja sisanya sebagian menjadi keuntungan perusahaan, sebagian lagi katanya menguap tidak berbekas. Engineer yang menjadi ujung tombak perusahaan tetap kere....
Kondisi ini sudah berlangsung sejak lama tanpa perubahan yang signifikan. Banyak faktor penyebabnya. Birokrat yang sebagian masih korup menyebabkan banyak biaya yang menguap. Perusahaan juga banyak yang mendapat proyek dengan cara-cara yang tidak etis (baca : kolusi) yang menyebabkan sebagian uang menguap. Para engineer juga sebagian sudah mulai pragmatis dan tidak profesional, yang penting asap dapur mengepul apapun dikerjakan. Jumlah sarjana teknik sipil yang overload juga menjadi penyebab semakin murahnya harga engineer. Perguruan tinggi harus ikut memikirkan hal ini. Jangan sekedar mencetak sarjana tanpa mutu. Kenyataannya saat ini memang banyak sarjana teknik abal-abal, buktinya banyak sarjana teknik sipil yang tidak mengetahui prinsip-prinsip dasar teknik sipil. Penulis pernah bertemu sarjana teknik sipil yang tidak memahami gambar penulangan konstruksi beton.....

19 Apr 2011

BETON 'OSTEOPOROSIS'

Di dunia kesehatan, osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang. Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.


Di dunia konstruksi ada komponen bangunan yang disebut beton bertulang. Sama dengan tulang dalam tubuh manusia yang fungsinya sangat penting, maka fungsi tulang (biasa disebut tulangan) dalam beton adalah untuk memperkuat beton dalam menerima tegangan tarik. Apabila tidak ada tulangan maka beton tidak dapat dipakai sebagai balok dan kolom dalam struktur bangunan.
 
Apakah tulangan beton bisa berubah kekuatannya seperti halnya tulang dalam tubuh manusia? Tulangan (besi) beton bisa juga berubah massanya ketika besi mengalami karat yang pada akhirnya menimbulkan kerapuhan pada tulangan beton. Apabila selimut beton tidak mencukupi, perubahan massa besi (setelah berkarat) bisa menyebabkan retaknya beton dan selimut beton terkelupas. Tulangan mengalami karat bisa disebabkan karena kualitas beton tidak baik dan selimut beton tidak cukup tebal untuk menahan rembesan air. Kualitas beton yang tidak baik contohnya seperti beton tidak padat / keropos sehingga air dengan mudah menembus sampai ke besi beton. Padahal syarat beton bertulang haruslah dibuat dari campuran beton yang kedap air.
 
Selimut beton yang tidak cukup ketebalannya ikut mempercepat karatnya besi beton. Dalam SNI sudah dicantumkan dengan jelas ketebalan minimum selimut beton (deking beton) untuk berbagai kondisi dan type struktur. Untuk beton yang berhubungan dengan air tanah, selimut beton disyaratkan minimal 70 mm. Tapi kenyataannya, dalam pelaksanaan di lapangan banyak orang yang tidak peduli dan menganggap sepele ketebalan selimut beton. Jangankan orang awam, banyak sarjana teknik sipil yang mengabaikan ketebalan selimut beton. Lihat saja di banyak trotoar, pelat beton penutup saluran drainase banyak yang patah karena tebal selimut beton sangat kurang. Karena tebal selimut beton kurang, maka pembesiannya cepat karat dan kekuatan pelat beton menahan beban menjadi berkurang. Maka jangan heran, konstruksi beton pun bisa mengalami ‘osteoporosis’.....

18 Apr 2011

DSDP KUTA DAN HOLIDAYS IN HELL


Oleh : Nyoman Upadhana
(Tulisan ini sudah pernah dimuat di Harian Bali Post, Senin 11 April 2011)

Beberapa hari yang lalu ada berita yang tiba-tiba muncul bagaikan sebuah bom, walaupun ledakannya tidak seperti Bom Bali I. Dan yang mengejutkan, berita tersebut ditulis oleh seorang wartawan dari sebuah media internasional (majalah TIME). Andrew Marshall, sang wartawan, menulis banyak tentang kondisi pariwisata Bali saat ini. Yang ditonjolkan lebih banyak sisi negatifnya. Judulnya pun menyeramkan “Holidays in Hell : Bali’s Ongoing Woes”


Dalam tulisannya, Andrew membahas sejumlah masalah yang melilit Pulau Bali. Pulau yang menurut dia masih menjadi tujuan wisata internasional, bahkan dianggap negara lain di Indonesia. Namun, Andrew menilai, infrastruktur pulau kurang cepat mengantisipasi perubahan pariwisata Bali. Andrew membuka tulisannya dengan kotornya pantai Kuta, salah satu lokasi wisata paling ramai di Bali.
 
Musim hujan yang cukup deras di Bali membuat sungai meluap. Alhasil sampah-sampah yang ada di sungai terbawa ke laut. Termasuk kotoran manusia. Sampah-sampah itu lantas berakhir di Pantai Kuta. Ini membuat awal Maret lalu otoritas Pantai Kuta melarang turis berenang di pantai tersebut lebih dari 30 menit. Khawatir terkena infeksi kulit. Selain masalah polusi di pantai, lanjut Marshall, Bali juga mengalami problem kekurangan air, listrik mati hidup, sampah yang berserakan, drainase, hingga kemacetan serta kriminalitas.

Beberapa hal yang ditulis oleh Andrew memang ada benarnya. Sampah yang berserakan di pantai kuta, yang dibawa oleh arus laut, tidak begitu cepat diatasi oleh pemerintah atau pengelola pantai dan dibiarkan menjadi onggokan sampah selama beberapa hari. Kondisi ini sudah terjadi berulang-ulang, sudah tentu tidak enak dipandang mata.

Perihal drainase di wilayah Kuta juga memang sangat memprihatinkan. Walaupun tahun 2004 sudah digelontorkan miliaran rupiah untuk perbaikan drainase, namun tetap saja bermasalah sampai saat ini. Hal ini disebabkan karena perbaikan drainase tidak berkelanjutan. Setelah proyek drainase tahun 2004 yang dianggap bermasalah oleh sebagian masyarakat, tidak ada lagi kelanjutan perbaikan drainase. Padahal untuk jalan Legian, drainase sisi timur sampai saat ini belum pernah tersentuh untuk diperbaiki.

Justru yang ditangani oleh pemerintah daerah hanya yang nampak dipermukaan saja, seperti perbaikan trotoar dengan batu granit dan pembuatan tembok penyengker sepanjang pantai kuta. Padahal yang memprihatinkan justru hal-hal yang tidak kelihatan, seperti kondisi air tanah yang mungkin sudah tercemar dan drainase yang penuh limbah padat dan limbah cair.

Masih banyak restoran dan hotel di Kuta yang membuang limbah ke drainase, dan banyak juga masyarakat mengalirkan limbah rumah tangganya ke saluran drainase. Padahal fungsi drainase sebenarnya hanya untuk mengalirkan air hujan. Tapi kenyataannya, banyak pipa pembuangan yang masuk ke drainase. Hal ini sudah berlangsung sejak lama, pemerintah kelihatannya tidak bisa mengatasi karena memang fasilitas untuk pengaliran air limbah belum siap. Alhasil, limbah cair pun tetap mengalir ke drainase kemudian masuk ke sungai dan akhirnya sampai ke laut.

Sejak tahun 2004 sebenarnya sudah ada rencana untuk pengerjaan proyek air limbah di daerah Kuta. Nama proyeknya DSDP (Denpasar Sewerage Development Project), satu paket dengan proyek serupa di wilayah Sanur. Tetapi karena masyarakat Kuta menolak dengan alasan trauma tehadap proyek drainase sebelumnya, akhirnya proyek dipindah ke wilayah Seminyak atas permintaan masyarakat seminyak sendiri. Dengan pendekatan yang baik, akhirnya masyarakat Legian juga menerima proyek tersebut. Sejak tahun 2008, wilayah Seminyak dan Legian sudah dapat menikmati layanan pengelolaan air limbah, sedangkan wilayah Kuta belum terlayani. Dengan sudah berfungsinya jaringan pipa air limbah di wilayah Seminyak dan Legian, seharusnya tidak ada lagi masyarakat, hotel maupun restoran yang membuang limbah cairnya ke saluran drainase.
 
Pentingnya pengelolaan air limbah untuk kesehatan lingkungan, apalagi Kuta merupakan daerah tujuan wisata paling ramai, akhirnya membuat masyarakat Kuta memohon agar proyek tersebut dilaksanakan juga di wilayahnya. Akhirnya pada awal 2010, pelaksanaan konstruksi untuk proyek Denpasar Sewerage Development Project (DSDP Tahap II) mulai dilaksanakan. Pemasangan jaringan pipa induknya sebagian besar dilaksanakan dengan metode jacking. Hal ini disebabkan karena jalan di wilayah kuta tidak begitu lebar dan kondisi tanahnya yang berpasir menyulitkan pemasangan pipa dengan sistim open trench (galian terbuka).

Proyek DSDP Tahap II di Kuta dikerjakan oleh kontraktor TOA-TOKURA-PP JO, joint operation antara kontraktor Jepang (TOA-TOKURA) dan BUMN (PT.PP). Kontrak dimulai sejak akhir 2009 dan diharapkan selesai awal 2012. Selama pelaksanaan yang sudah berjalan setahun lebih, hampir tidak ada komplin dari masyarakat asli Kuta. Ini disebabkan karena kontraktor cepat tanggap dalam menyelesaikan permasalahan, sekecil apapun permasalahannya. Kontraktor sangat profesional dan mengutamakan safety dan kualitas dalam bekerja, didukung dengan peralatan dan personil yang lengkap.

Komplin selama ini lebih banyak datang dari sopir taksi, yang merasa terganggu dengan adanya proyek. Padahal sebenarnya tidak ada proyekpun, Kuta memang macet. Sepertinya untuk wilayah sekecil Kuta, jumlah taksi sudah sangat banyak, yang otomatis sebenarnya sebagai penyumbang kemacetan. Coba saja perhatikan, sopir taksi seenaknya berhenti mengambil atau menurunkan penumpang, seakan tidak peduli dengan kendaraan lain dibelakangnya. Sopir taksi tidak (mau) tahu, bahwa sebenarnya tujuan proyek DSDP adalah untuk menyehatkan lingkungan sehingga wisatawan bisa dengan nyaman berwisata di Kuta Diharapkan wisatawan semakin bertambah dengan adanya lingkungan yang bersih, yang pada akhirnya dapat menyambung hidup mereka juga (sopir taksi).

Sebaliknya, wisatawan asing justru mengacungkan jempol ketika melihat pekerja sibuk siang malam memasang pipa jaringan air limbah. Mereka memang sudah lebih dahulu memahami pentingnya pengelolaan air limbah yang baik. Banyak wisatawan asing yang senang pemerintah sudah mulai menangani air limbah, mereka berharap beberapa tahun ke depan wilayah Kuta semakin bersih.

Proyek DSDP hanya merupakan satu penanganan masalah dari banyak masalah yang dikeluhkan oleh wartawan TIME. Masalah yang diatasi oleh DSDP hanya masalah limbah cair. Dengan berfungsinya jaringan air limbah di wilayah Kuta, nantinya diharapkan masyarakat, pihak hotel dan restoran tidak lagi membuang limbah ke saluran drainase. Dengan demikian kualitas air tanah menjadi meningkat dan kondisi air laut di pantai Kuta menjadi bersih.

Permasalahan yang lain, seperti sampah padat, kemacetan, kriminalitas, listrik, air, dan fasilitas publik tetap harus dicarikan solusi oleh pemerintah daerah dengan tindakan cepat dan nyata sehingga Kuta dan sekitarnya tetap menjadi tujuan wisata baik wisatawan lokal maupun internasional.

1 Apr 2011

Standar Kobe Perkokoh Sendai

Sendai menjadi contoh kota yang relatif kokoh terkena guncangan gempa besar dan tsunami. Meski terdekat dengan pusat gempa berskala 9 skala Richter, tak ada satu pun gedung bertingkat di kota ini yang rusak parah apalagi runtuh. Kuncinya adalah penerapan peta Bahaya dan Standar Kekuatan Bangunan.


Kekokohan kota Sendai— ibu kota Prefektur Miyagi—yang berjarak 130 kilometer sebelah barat episentrum, teruji ketika menanggung guncangan dahsyat, Jumat (11/3). Gempa Miyagi merupakan yang terbesar sejak Jepang mulai merekam fenomena geologi sejak 140 tahun lalu. Gempa diikuti tsunami setinggi 10 meter, yang menerjang hingga 8 km dari garis pantai.

Kekuatan gedung di Sendai, kota yang memiliki kepadatan 1.300 orang per km persegi, memang menonjol. Tak ada gedung bertingkat yang dilaporkan roboh. Padahal, tiga gedung di Kurihara, kota lain di Prefektur Miyagi, runtuh. Banyak pula gedung bernasib sama di Fukushima dan di Chiba, ibu kota Narita.
 

Goyangan tanah yang menerjang Pulau Honshu itu muncul sebagai efek dari desakan Lempeng Pasifik terhadap Lempeng Eurasia yang menjadi tempat tumpuan pulau itu dan kota Sendai, yang dikenal dengan nama kota hutan (mori no miyako) karena banyaknya pepohonan. Kota ini luasnya 788.09 km persegi, membentang dari pesisir yang menghadap Samudra Pasifik hingga ke Pegunungan Ou.
 

Kunci kekuatan gedung di kota berpenduduk lebih dari 1 juta orang itu, salah satunya, berkat penerapan standar ketahanan gedung terhadap gempa.
 

Semula Sendai tergolong kota yang rapuh. Kota ini pernah hancur diguncang gempa berkekuatan 7,4 SR pada 12 Juni 1978. Gempa itu menyebabkan runtuhnya sekitar 4.400 bangunan dan 86.000 bangunan lain mengalami kerusakan parsial. Meski begitu, korban yang meninggal dan terluka relatif kecil, yaitu 1.016 orang.
 

Standar Kobe
Penguatan bangunan, terutama gedung bertingkat, di Sendai menggunakan standar kekuatan gedung terbitan tahun 1996, yaitu peraturan untuk seluruh Jepang yang diberlakukan setahun setelah gempa yang memorakporandakan kota Kobe.
 

Gempa tektonik Hanshin- Awaji pada 17 Januari 1995 itu berepisentrum di utara Pulau Awaji di bagian selatan Prefektur Hyogo. Gempa disebabkan tiga lempeng benua, yaitu Filipina, Pasifik, dan Eurasia. Gempa menimbulkan kerusakan pada Kobe yang berjarak sekitar 20 km dari pusat gempa.
 

Gempa menelan korban 6.433 orang, sebagian besar merupakan penduduk kota Kobe. Gempa ini merupakan gempa terburuk di Jepang setelah gempa besar Kanto pada 1 September 1923 yang menewaskan lebih dari 140.000 orang di Tokyo, kota kedua terpadat di dunia.
 

Pada gempa Kobe, 250.000 bangunan rumah rusak dan sekitar 460.000 keluarga kehilangan tempat tinggal. Bencana itu memukul ekonomi Jepang. Total kerugian akibat gempa Kobe 10 triliun yen atau 2,5 persen dari PDB Jepang saat itu.
 

Standar baru yang diberlakukan secara nasional lebih kuat dua kali lipat dibandingkan standar sebelum gempa Kobe. Penetapan standar mengacu pada evaluasi gedung-gedung yang hancur akibat gempa berepisentrum dangkal itu.
 

Pembangunan Sendai mengacu pada kota Riverside di California, Amerika Serikat, sebagai sister city. Kedua kota itu memiliki kesamaan ancaman gempa tektonik bersumber dari Lempeng Samudra Pasifik.
 

Standar bangunan
Standar bangunan untuk penguatan struktur bangunan bertingkat dua ke atas disusun dengan mengacu pada Peta Bahaya (hazard) percepatan pergerakan tanah di batuan dasar akibat energi gempa.
 

Tiap lokasi memiliki percepatan pergerakan tanah, tergantung struktur lapisan batuan, keberadaan patahan dan sesar mikro di daerah itu, serta jarak dan posisinya terhadap zona subduksi, kata Mulyo Harris Pradono, pakar bangunan tahan gempa, yang juga Kepala Teknik Program Teknologi Pengurangan Risiko Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
 

Semua gedung bertingkat yang berada di daerah rawan gempa harus memiliki tiang pancang yang bertumpu hingga ke batuan dasar, agar kokoh bila terguncang gempa.
 

Perancangan kekuatan struktur gedung harus melihat sumber gempa dan masa gedung. Sisi bangunan yang berhadapan langsung dengan sumber gempa harus lebih kuat dibandingkan dengan sisi lain.
 

Pengamanan gedung dapat dilakukan dengan memasang isolator berupa bahan karet di bagian dasar gedung dan sistem peredam kejut, kata Mulyo, yang menamatkan doktor dari Kyoto University di bidang struktur tahan gempa.
 

Sumber : Kompas, 23 Maret 2011

1 Mar 2011

Skyscraper : BURJ DUBAI ATAU BURJ KHALIFA

Burj Khalifa yang dikenal sebagai Burj Dubai, adalah gedung pencakar langit (skyscraper) terletak di Dubai, Uni Emirat Arab, dan sekarang sebagai gedung buatan manusia tertinggi di dunia dengan ketinggian 828 meter (2,717 ft). Konstruksinya dimulai sejak 21 September 2004, dan selesai termasuk eksteriornya pada tanggal 1 Oktober 2009.


Arsitektur dan engineeringnya dikerjakan oleh Skidmore, Owings, and Merril dari Chicago, dengan kepala arsiteknya Adrian Smith dan Bill Baker sebagai chief structural engineer. Kontraktor utamanya adalah Samsung C&T Korea Selatan. Total biaya pembangunannya sekitar US $1.5 milyar

Burj Khalifa adalah bangunan tertinggi di dunia yang pernah dibuat oleh manusia. Dimulai dari melewati ketinggian Taipei 101 sebagai bangunan tertinggi di dunia pada 21 Juli 2007. Pada tanggal 12 September 2007, Burj Khalifa berhasil melewati ketinggian CN Tower sebagai struktur bebas (tanpa penyangga) tertinggi di dunia dan pada tanggal 7 April 2008 struktur tertinggi di dunia dari Menara KVLY-TV yang berada di Blanchard, North Dakota, Amerika Serikat berhasil dilewati. Struktur tertinggi yang pernah dibuat oleh manusia, Menara Radio Warsawa 645,4 m (2.120 kaki) dibuat pada 1974 (namun runtuh pada saat renovasi pada 1991) berhasil dilewati pada 1 September 2008

Konstruksi Burj Khalifa
Burj Khalifa ini dibangun oleh Perusahaan Korea Selatan, Samsung Engineering & Construction, yang juga mengerjakan Menara Kembar Petronas dan Menara Taipei 101. Samsung Engineering & Construction membangun Burj Khalifa bersama-sama (joint operation) dengan Besix dari Negeri Belgia dan Arabtec dari UAE.
Di bawah hukum UAE, Kontraktor dan Engingeer, Hyder Consulting, bersama-sama bertanggungjawab untuk pembangunan Burj Khalifa

Struktur utama Burj Khalifa dibuat dari beton bertulang. Lebih dari 45,000 m3 beton digunakan, dengan berat lebih dari 110,000 ton untuk sistem pondasinya. Pondasi menggunakan pile cap yang didukung dengan 192 tiang (piles), dengan diameter tiang sebesar 1.5 meter dengan kedalaman lebih dari 50 meter. Konstruksi Burj Khalifa menggunakan 330.000 m3 beton dan 55.000 ton besi beton. Pelaksanaan konstruksinya menghabiskan 22 juta jam kerja (man-hours) Pada pondasi digunakan beton mutu tinggi dengan permeability yang rendah. Sistem cathodic protection digunakan untuk menghindari korosi besi beton dari pengaruh air tanah. Pada bulan Mei 2008 beton yang dapat dipompa sampai ketinggian 606 meter (lantai 156) telah mencapai rekor dunia. Untuk mencapai ketinggian tersebut digunakan concrete pump khusus.

Konsistensi beton yang digunakan pada proyek ini sangatlah penting. Sangatlah sulit menciptakan beton yang dapat dialirkan sampai ketinggian 600 meter dan juga harus dapat menyesuaikan dengan temperatur udara tinggi ( dapat mencapai 50 derajat Celcius ). Untuk mengatasi kondisi ini, beton tidak dicor pada siang hari. Selama musim panas, pembuatan beton dilakukan dengan menambahkan es ke dalam campuran dan di cor pada malam hari, pada saat udara dingin.


Data mengenai Burj Dubai
1.  1. Gedung ini mempunyai ketinggian lebih dari 800 meter dengan berat sekitar 110.000 ton dan tiang penyangga sebanyak 192 buah yang masuk ke dalam bumi sampai 50 meter.
2.   2. Burj Dubai memiliki 160 lantai setara dengan 6 kali tinggi Monas. Di puncaknya terdapat suatu tempat observasi di mana kita bisa melihat seluruh daerah Dubai melalui teleskop canggih.
3.   3.  Burj Dubai mampu menampung lebih dari 12 ribu orang
4.   4.  Area Burj Dubai memakan area lebih dari 1km persegi.
5.   5. Konstruksi Burj Dubai di mulai pada bulan Maret 2005, dengan pembuatan pondasi sendiri memakan waktu 1 tahun.
6.   6.  Burj Dubai menghabiskan dana lebih dari 1.5 miliar dollar Amerika
7. Burj Dubai dilengkapi dengan 57 lift tercepat di dunia yang mencapai 64 km/jam. Gedung ini akan memiliki 1.044 apartemen, 49 lantai ruang kantor serta Hotel Giorgio Armani.
Untuk melihat video / animasi kontruksi, klik disini....

22 Feb 2011

Masa Pemeliharaan dan Jaminan Konstruksi



Dalam setiap proyek sudah umum dicantumkan masa pemeliharaan yang tanggungjawabnya dibebankan kepada penyedia jasa, dengan jangka waktu mulai dari tiga bulan hingga satu tahun, biasanya tergantung nilai proyek dan dicantumkan dalam klausul kontrak. Dalam masa pemeliharaan penyedia jasa wajib memantau hasil kerjanya, dan menjaga (memelihara) agar tidak terjadi kerusakan-kerusakan. Apabila terjadi kerusakan bangunan yang disebabkan karena kualitas yang tidak sesuai spesifikasi teknik maka semua biaya perbaikan ditanggung oleh penyedia jasa. Masa pemeliharaan sebagaimana tercantum dalam kontrak bukanlah waktu untuk menyelesaikan sisa-sisa pekerjaan, melainkan untuk pemeliharaan pekerjaan yang sudah 100 persen selesai dan telah dilakukan serah terima pertama pekerjaan.

Tanggungjawab penyedia jasa tidak berhenti setelah masa pemeliharaan habis, tetapi tetap dibebani tanggungjawab dalam waktu tertentu sesuai dengan klausul kontrak (biasanya dicantumkan dalam pasal kegagalan bangunan). Tanggungjawab ini disebut jaminan konstruksi. Dalam Undang-undang Jasa Konstruksi No. 18 tahun 1999 pada Bab Vi Pasal 25 ayat (2) disebutkan kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.


Yang dimaksud penyedia jasa dalam hal ini adalah kontraktor dan konsultan (perencana dan pengawas). Kegagalan bangunan yang disebabkan bukan karena keadaan force majeur bisa menjadi tanggungjawab kontraktor maupun konsultan. Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud dalam UUJK ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli. Kegagalan bangunan bisa terjadi akibat kesalahan perencanaan maupun kesalahan dalam pelaksanaan serta pengawasan. Sesuai pasal 43 UUJK No. 18 Tahun 1999, maka pihak penyedia jasa yang melakukan kesalahan dan mengakibatkan terjadinya kegagalan bangunan bisa dikenai pidana maksimal 5 tahun atau denda maksimal 10 persen (bagi perencana) dan 5 persen (bagi pelaksana/pemborong) dari nilai kontrak.


Oleh karena beratnya tanggungjawab sesuai ketentuan undang-undang, disarankan kepada penyedia jasa untuk berhati-hati dalam proses tender maupun dalam proses perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan. Perencanaan yang salah, pelaksanaan yang salah dan pengawasan yang salah dapat menyebabkan terjadinya kegagalan bangunan dan berakibat sanksi pidana atau denda. Undang-undang Jasa Konstruksi berlaku baik untuk proyek pemerintah maupun proyek swasta, dan berlaku bagi usaha orang-perorangan maupun badan usaha.


Dalam proses tender, pemilik proyek yang diwakili oleh panitia tender harus menekankan pentingnya jaminan konstruksi. Hal ini dimaksudkan supaya peserta tender berhati-hati dalam melakukan penawaran, tidak asal memenangkan tender saja. Peserta tender harus diingatkan bahwa tanggungjawab kontraktor tidak hanya sampai masa pemeliharaan berakhir tetapi sampai maksimal 10 tahun setelahnya. Selama ini yang sering terjadi adalah penyedia jasa tidak pernah dibebani tanggungjawab perbaikan suatu pekerjaan yang rusak setelah masa pemeliharaan berakhir. Padahal banyak pekerjaan yang rusak akibat kualitas yang tidak baik, atau kualitasnya hanya bertahan sampai masa pemeliharaan berakhir. Biasanya pemerintah akan mengeluarkan biaya lagi untuk perbaikan, bukannya meminta pertanggungjawaban penyedia jasa. Hal ini tentu menyebabkan terjadinya ekonomi biaya tinggi. Kejadian seperti ini sudah sering terjadi, dan dibiarkan. Atau semua pihak pura-pura tidak mengetahui perihal jaminan konstruksi?

16 Feb 2011

BENDUNGAN BELANDA


BELANDA PUN MEMBENDUNG LAUT

Zeeland, provinsi di ujung selatan Belanda, 1 Februari 1953. Musim dingin masih berlangsung ketika malam itu Laut Utara mengamuk dan mengirim badai. Gelombang setinggi 30 meter mengempas pantai, menghancurkan tanggul-tanggul. Air yang hampir membeku menerjang kota, menewaskan 1.835 orang dan memaksa 110.000 warga mengungsi.

Di tanah yang sama, 55 tahun kemudian. Laut Utara masih sesekali mengirim badai. Daratan di Belanda bagian selatan itu masih tetap lebih rendah daripada laut. Bahkan, perbedaan ketinggian muka daratan dibandingkan laut terus bertambah sebagai dampak pemanasan global. Tetapi, jumlah warga yang tinggal di Zeeland makin banyak.
”Warga merasa aman tinggal di kawasan itu. Proyek Delta Plan telah membentengi daratan dari ancaman Laut Utara,” kata Roy Neijland, Project Officer Netherlands Water Partnership (NWP). Roy tidak membual. Setelah bencana banjir besar tahun 1953 itu, Belanda berjuang keras memenangi pertarungan melawan alam. Tiga belas bendungan raksasa dibangun secara bertahap selama 39 tahun. Bendungan pertama selesai dibangun pada 1958 di Sungai The Hollandse Ijssel, sebelah timur Rotterdam. Kemudian dibangun bendungan The Ooster Dam (The Oosterschelde Stormvloedkering), yang panjangnya hampir mencapai 11 kilometer. Bendungan ini membentengi seluruh daratan Zeeland yang langsung berhadapan dengan bagian Laut Utara. Dan, bendungan terakhir yang selesai dibangun adalah The Maeslantkering pada 1997. Siang itu matahari terik. Tetapi, suhu yang mencapai 10 derajat celsius pada pertengahan Oktober 2008 mengirim angin yang mencipta gigil. Saya mengerut, baik oleh karena gigil angin maupun karena ketakjuban saat melihat konstruksi Maeslantkering yang dicipta untuk mengantisipasi bencana.

Tanggul ini terdiri dari dua bagian lengan yang masing-masing panjangnya 300 meter. Jika diberdirikan, satu lengan setara dengan ketinggian menara Eiffle di Perancis. Kedua lengan raksasa Maeslantkering ini bisa dibuka-tutup. Komputer secara otomatis akan menutup gerbang ini jika terjadi badai dari Laut Utara mencapai ketinggian di atas tiga meter. Sejak dibangun, dam ini hanya ditutup sekali pada 8 November 2007. Selebihnya, dam ini menjadi obyek wisata dan pendidikan. Tetapi, lebih dari itu, konstruksi ini adalah bukti keseriusan negara dalam memberi rasa aman kepada warganya. ”Air merupakan bagian dari budaya kami. Dan, kami tidak boleh kalah darinya. Air yang bisa memicu banjir harus bisa dikendalikan dan juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih,” ungkap Roy Neijland.

Roy seperti mewakili tekad warga Belanda dalam menyiasati alam, yang sebenarnya tak terlalu bersahabat terhadap mereka karena sepertiga daratan di Belanda lebih rendah dari muka air laut.

Manajemen bencana
Jika Belanda berhasil membendung laut untuk mengatasi bencana, Indonesia seakan tak berdaya menghadapi bencana yang datang bertubi-tubi. Sebut misalnya banjir pasang di pantai utara Jakarta yang rutin datangnya, banjir tahunan yang melanda sejumlah kawasan di Indonesia, terutama di Jakarta, juga tak teratasi, hingga banjir lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur, yang berlarut-larut tanpa kepastian penanganan.

Bahkan, tsunami yang melanda Aceh dan berpotensi terjadi di daerah lain di Indonesia pun masih disikapi setengah hati. Di Aceh, rumah-rumah tetap dibangun di tempat yang sama yang dulu pernah disapu tsunami tanpa ada penghalang untuk menghadapi laut yang sewaktu-waktu mengancam. ”Di Indonesia, nyawa rakyat seakan tak begitu berharga,” kata Amien Widodo, ahli manajemen bencana dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), yang ditemui di Surabaya, beberapa waktu lalu.

Amien geram melihat pemerintah yang lamban memindahkan warga Desa Siring Barat, Kecamatan Porong, Sidoarjo, yang sudah dua tahun hidup di daerah rawan bencana. Ribuan warga di Siring Barat selama dua tahun lebih harus hidup menghirup udara beracun dan ancaman amblesnya tanah karena penurunan muka tanah yang nyata. Menurut Amien, sebagai negara yang rawan bencana, Indonesia tidak memiliki kepekaan untuk mengelola lingkungan. Padahal, kunci untuk mengurangi dampak bencana adalah dengan melakukan mitigasi bencana.

”Antisipasi pemetaan risiko semestinya sudah dilakukan jauh-jauh hari. Analisa risiko dibuat untuk menggambarkan bencana dan kemungkinan peristiwa susulan,” ujar Amien. Analisis risiko juga akan menghasilkan kejelasan tugas tiap-tiap pihak jika dampak terus meluas, termasuk prosedur yang harus disiapkan untuk kondisi darurat.
Alam sebenarnya bukan masalah. Tetapi, manusia mesti belajar beradaptasi dengan alam. Dalam hal ini, Belanda adalah contoh negara yang gigih menghadapi tantangan alamnya. Air adalah problem bagi seluruh Belanda. Nama Netherlands pun sejatinya berasal dari kata Belanda ”neder” yang berarti rendah dan ”land” yang berarti tanah. Karena itu, mereka sudah sejak lama berjuang melawan laut yang terus merangsek ke daratan.

Bendungan pertama dibangun Belanda seribu tahun lalu, danau-danau dikeringkan, polder dibuat, dan ketinggian air dikontrol agar daratan Belanda tetap mengapung. Sebagian dana untuk mengapungkan daratan Belanda itu disedot dari sumber daya alam Nusantara yang dibawa VOC (Perhimpunan Dagang Hindia Belanda) pada abad ke-17 sampai ke- Belanda terus berjuang melawan air hingga kini. ”Saat ini kami berjuang melawan kenaikan muka lautan yang terus bertambah akibat pemanasan global. Kami terus beradaptasi,” ungkap Roy Neijland.

Melalui Komisi Delta, yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda, negara ini merancang langkah-langkah teknis guna menghadapi tantangan baru berupa naiknya muka lautan. Program Delta hingga 2050 membutuhkan dana sebesar 1,2 miliar euro sampai 1,6 miliar euro per tahun. Menurut Roy, salah satu kunci dari penanganan bencana yang diakibatkan air di Belanda adalah konsistensi perencanaan dan keinginan untuk terus mencari solusi terbaik dengan melibatkan semua pihak. Masterplan yang dibuat diaplikasikan. Para ahli dan praktisi diundang untuk mengikuti sayembara guna mencari solusi konstruksi terbaik. Dam Maeslantkering juga dibuat dari desain pemenang sayembara.

Di Indonesia, untuk membuat proyek pengendalian kanal banjir di Jakarta yang sudah dimulai sejak zaman colonial Belanda pun terseok-seok dan belum selesai hingga sekarang. Sampai kapan kita mau belajar terhadap bencana yang datang bertubi-tubi?

Sumber : Kompas Cetak