15 Mei 2011

ENGINEER 5/7



Ketika pertama kali mendengar istilah engineer 5/7, saya sempat bingung apa maksudnya. Mau bertanya ke orang yang mengucapkan istilah tersebut, rasanya kok masih malu-malu. Selama berpikir apa maksudnya dan menghubungkannya dengan topik yang sedang kita bahas, akhirnya seorang teman mengeluh bahwa selama ini dia hanya bekerja selama 5 bulan dalam setahun. Sisanya 7 bulan dalam setahun lebih banyak menganggur dan menunggu proyek berikutnya.

Sekarang saya paham, yang dimaksud engineer 5/7 adalah sarjana yang hanya bekerja selama 5 bulan dalam setahun dan sisanya (7 bulan) menganggur. Proyek-proyek pemerintah memang waktu pelaksanaannya pendek, antara 3 bulan sampai 8 bulan untuk proyek APBD dan APBN. Proyek-proyek multiyears jarang ada dan bisa dihitung dengan jari jumlahnya. Istilah engineer 5/7 lebih banyak untuk menggambarkan sarjana-sarjana teknik sipil yang bergerak dibidang jasa konsultan supervisi. Karena bidang supervisi yang paling banyak menyerap sarjana teknik sipil.


Penyedia jasa dalam bidang konsultansi, terutama yang bergerak diwilayah lokal biasanya tidak mempunyai tenaga tetap yang mencukupi. Banyak pertimbangan, salah satunya barangkali karena mereka tidak sanggup menghidupi engineer secara permanen karena belum tentu terus-terusan mendapat proyek. Jalan pintasnya memang dengan cara memakai tenaga kontrak yang hanya dipekerjakan selama proyek berlangsung, Setelah proyek selesai, penyedia jasa dan engineer putus hubungan. Engineerpun menganggur, dan penyedia jasa tidak punya tanggungan apa-apa lagi. Yang untung tentu penyedia jasa, yang buntung para engineer.
Penyedia jasa sudah pasti untung, tidak ada (belum ada) dalam kamus perusahaan konsultan rugi. Biaya yang dikeluarkan perusahaan konsultan biasanya hampir pasti, beda dengan perusahaan kontraktor yang resikonya bisa rugi. Perusahaan konsultan mencari untung dari selisih billing rate dengan sallary para engineer. Perusahaan akan membuat kontrak dengan para engineer dengan waktu sesuai man month dalam kontrak konsultan dengan pengguna jasa. Kadang-kadang ada perusahaan nakal yang hanya mempekerjakan engineer kurang dari man month yang dibayar pemerintah. Perusahaan pun tambah untung, yang buntung tetap para engineer....
Berapa sallary yang dibayar penyedia jasa untuk para engineer? Ironis, hanya 30 sampai 40 % dari billing rate. Seumpama penyedia jasa dibayar 100 oleh pengguna jasa (pemerintah) untuk 1 manmonth engineer, maka engineer hanya dibayar 40 oleh perusahaan. Yang 60% sisanya kemana? Tentu saja sisanya sebagian menjadi keuntungan perusahaan, sebagian lagi katanya menguap tidak berbekas. Engineer yang menjadi ujung tombak perusahaan tetap kere....
Kondisi ini sudah berlangsung sejak lama tanpa perubahan yang signifikan. Banyak faktor penyebabnya. Birokrat yang sebagian masih korup menyebabkan banyak biaya yang menguap. Perusahaan juga banyak yang mendapat proyek dengan cara-cara yang tidak etis (baca : kolusi) yang menyebabkan sebagian uang menguap. Para engineer juga sebagian sudah mulai pragmatis dan tidak profesional, yang penting asap dapur mengepul apapun dikerjakan. Jumlah sarjana teknik sipil yang overload juga menjadi penyebab semakin murahnya harga engineer. Perguruan tinggi harus ikut memikirkan hal ini. Jangan sekedar mencetak sarjana tanpa mutu. Kenyataannya saat ini memang banyak sarjana teknik abal-abal, buktinya banyak sarjana teknik sipil yang tidak mengetahui prinsip-prinsip dasar teknik sipil. Penulis pernah bertemu sarjana teknik sipil yang tidak memahami gambar penulangan konstruksi beton.....