30 Sep 2009

SERTIFIKASI DAN UUJK NO.18 THN. 1999

SERTIFIKASI SARJANA

Oleh : Nyoman Upadhana
Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi mewajibkan setiap orang yang terlibat dalam usaha jasa konstruksi memiliki sertifikat baik itu sertifikat keahlian maupun sertifikat keterampilan. Untuk orang-orang dengan keterampilan tertentu, misalnya tukang las professional memang wajar harus punya sertifikat keterampilan yang menunjukkan bahwa dia memang terampil dalam bidang las.

Yang masih mengganjal dalam pikiran saya, mengapa seorang sarjana teknik diwajibkan punya sertifikat keahlian? Misalnya untuk seorang perencana, menurut undang-undang dia harus punya sertifikat ahli dalam bidang perencanaan. Padahal seorang sarjana teknik memang dicetak untuk bisa sebagai perencana. Menurut saya, pengertian sarjana adalah orang yang ahli dibidangnya. Lulusan D3 diberi gelar Amd (ahli madya), jadi wajar S1 berhak disebut ahli. Untuk apa mendapat ijazah S1 kalau kemudian harus mencari sertifikat keahlian di luar kampus?

Untuk mendapatkan sertifikat keahlian/keterampilan bukan tanpa biaya. Perlu biaya jutaan untuk mendapatkannya. Saya pernah disodori tabel biaya untuk mendapatkan sertifikat keahlian dari sebuah asosiasi ahli teknik. Untuk mendapat sertifikat Ahli Utama harus rela merogoh kocek 12 juta lebih. Umur sertifikat (masa laku) hanya 3 tahun, setelah itu kita perlu registrasi ulang dan sudah tentu kena biaya lagi. Yang kemudian membuat jengkel adalah setelah mendapat sertifikat ahli, tidak ada perusahaan yang mau membayar salary lebih dari standar.

Tujuan sertifikasi adalah menciptakan orang-orang mumpuni dibidangnya. Kalau sekarang banyak sarjana teknik sipil yang kemampuannya diragukan, sebenarnya bukan sertifikasi jalan keluarnya. Menurut saya, yang harus diperketat adalah keluarnya ijazah sarjana dari kampus. Begitu mudahnya sekarang orang lulus sarjana teknik, dengan indeks prestasi diatas 3. Memang tidak semua perguruan tinggi longgar dalam kelulusan, tapi sebagian besar longgar dan gampangan. Tidak seperti jaman saya dulu, mencari indeks prestasi 2.5 saja bukan main sulitnya (bahkan sampai rontok rambut saya karena harus belajar dan belajar untuk IP 3). Ada beberapa teman yang harus drop out karena tidak mampu mengikuti perkuliahan. Sekarang ? PT saling berlomba mencetak sarjana, bahkan membuka program ekstensi segala. Ribuan sarjana teknik sipil lulus tiap tahunnya di Indonesia. Akibatnya, over supply tenaga teknik sipil yang ujung-ujung berimbas pada rendahnya salary. Sudah salary rendah, diwajibkan lagi keluar biaya untuk sertifikasi. Pusinglah para sarjana……….