Akibat hujan
deras dan tersumbatnya saluran irigasi di daerah Angantiga Petang menyebabkan
terjadinya longsor pada tanggal 30 Nopember 2016 yang mengakibatkan jalan Raya
Petang – Plaga terputus. Walaupun ada alternatif jalan lain, tetapi terputusnya
jalur ini menyebabkan kesulitan bagi masyarakat disekitar dalam kegiatan
kesehariannya. Mereka harus memutar kendaraannya lebih jauh dari jalur yang
terputus ini.
Beradasarkan pengamatan di lokasi, jalur jalan ini berada diantara dua jurang. Jurang sisi kanan cukup dalam, hampir 50 meter. Sedangkan jurang sisi kiri sedalam kira-kira 10 meter. Sisi kanan jalan ada saluran air untuk irigasi, sementara sisi kiri pada titik longsoran tidak ada saluran air. Informasi dari masyarakat sekitar, saluran irigasi sisi kanan sempat tersumbat sampah sehingga air meluber kearah jurang. Luberan air inilah yang pada saat hujan deras mengikis dinding jurang sehingga menyebabkan longsor parah dan memutus jalur jalan raya Petang – Plaga kabupaten Badung.
Jalan raya
Petang – Plaga adalah jalan propinsi, sedangkan saluran irigasi disisi kanan
jalan dikelola Pemkab Badung. Informasinya pihak Pemprop Bali tidak ada
anggaran bencana untuk penanganan longsoran tersebut. Ada juga informasi pemprop
berencana membuat jembatan untuk menangani putusnya jalan tersebut.
Namun Pemkab Badung akhirnya mengambil inisiatif untuk menangani longsoran tersebut dengan
memanfaatkan dana bencana alam. Inisiatif ini diambil karena jalan tersebut
merupakan jalur utama menuju daerah wisata Plaga. Berbagai alternative dicari
untuk menangani longsoran sedalam 50 meter tersebut. Dari cara konvensional
dengan menggunakan pasangan batu kali dan beton bertulang, dan juga ada ide
menggunakan beton pracetak sebagai dinding penahan tanah. Sambil memikirkan
metode dan bahan yang digunakan, pihak PUPR Kabupaten Badung sigap dalam
penanganan tanggap darurat. Akses pejalan kaki dan kendaraan roda 2 tetap harus
disediakan. Mereka membuat jembatan gantung sementara dari konstruksi baja dan
juga menangani air saluran irigasi yang tetap dibutuhkan masyarakat
disekitarnya.
Dari berbagai
alternative yang diusulkan, setelah melalui kajian bersama Jurusan Teknik
Sipil Politeknik Negeri Bali (PNB)
dipilih metode penanganan longsoran dengan menggunakan material urugan tanah
dan geotekstile. Pertimbangannya adalah waktu pelaksanaan yang cepat dan
biayanya tidak mahal. Biaya untuk penanganan longsoran ini sekitar 3 milyar
dengan waktu pelaksanaan 5 bulan. Pengadaan penyedia jasa menggunakan sistim
penunjukkan langsung agar penanganannya bisa lebih cepat, jika dibandingkan
dengan sistim tender. Kontraktor yang dipilih mempertimbangkan pengalamannya
dan kedekatan lokasi kegiatan yang sedang berlangsung. Kontraktor yang
menangani pekerjaan ini adalah PT. Dawan Sakti yang beralamat di Jl. Jayakarta
Denpasar.
Kedalaman
longsor yang mencapai hampir 50 meter, menyebabkan rekanan dan Dinas Bina Marga
dan Pengairan Kabupaten Badung harus membuat jalan akses sementara untuk
mobilisasi alat berat (excavator) dan material menuju elevasi terbawah
longsoran.
Penangan longsor dengan memanfaatkan geotekstil juga digunakan untuk menangani longsor di Jl. Merdeka kota Bangli. Dengan metode pelaksanaan yang benar, maka penggunaan geotekstil sangat membantu mempercepat penanganan jalur-jalur vital yang terkena longsor.
Foto-foto
pelaksanaan dapat dilihat berikut ini :
Gambar Rencana Perkuatan Tanah dengan
Geotekstil
Kondisi saat awal terjadi longsor dari arah
Denpasar
Kondisi saat awal terjadi longsor dari arah
Petang
Pembuatan jembatan sementara untuk pejalan kaki
dan sepeda motor
Penangan awal longsor, bagian bawah harus
diperkuat agar tidak semakin tergerus
Pekerjaan saat progress 10%
Pekerjaan saat progress 50%
Saat urugan mencapai elevasi jalan eksisting
(Progress 90%)
Urugan telah mencapai 100%
Penanganan Urugan bagian atas (elevasi jalan)
Kondisi jalan raya Denpasar – Petang setelah
serah terima I pekerjaan (PHO)
Pemasangan geotekstil dan urugan tanah secara bertahap, dipadatkan dan dites (snadcone)
0 komentar:
Posting Komentar