Bali adalah destinasi wisata yang dibeberapa belahan
dunia lebih dikenal dibandingkan dengan Negara Indonesia. Walau demikian,
persaingan dengan beberapa destinasi wisata lainnya termasuk yang berada diluar
Indonesia semakin hari semakin ketat. Banyak faktor yang mempengaruhi menang
tidaknya kita bersaing dengan daerah atau negara lain dalam mendatangkan
wisatawan. Salah satu hal yang luput dari perhatian kita bersama adalah
kesemrawutan dalam pembangunan. Kebutuhan terhadap daya (listrik) dan sarana
telekomunikasi membuat kota semakin semrawut dengan penambahan utilitas yang
tidak teratur. Estetika kota menjadi hilang ditengah gencarnya kampanye kota
budaya.
Cobalah tengok ke udara di perkotaan, pasti mata
terganggu dengan banyaknya kabel melintang maupun memanjang sepanjang jalan.
Ada kabel listrik yang karena beratnya
menyebabkan kabel tidak terpasang lurus, tapi melendut antar tiang. Ada
kabel telekomunikasi yang jumlahnya tak terhitung, juga berserakan tak tertata.
Tiang listrik dan tiang telekomunikasi milik beberapa provider berdiri
bergerombol tak beraturan. Tidak bisa dibayangkan beberapa tahun kedepan, jika
provider semakin bertambah dan kebutuhan daya semakin besar, tentu semakin
semrawutlah kota kita. Bagi yang tidak terlalu memperhatikan, mungkin tidak
tahu bahwa didalam tanahpun utilitas juga semrawut. Tengok juga ke dalam
saluran drainase, disanapun kabel-kabel semrawut. Apakah kondisi seperti ini
akan terus dibiarkan?
Sudah mulai ada keluhan dari masyarakat terhadap
kondisi utilitas kita yang semrawut. Masyarakat di Jalan Subak Sari Kuta Utara (Balipost, 17
April 2018) mengeluhkan kondisi kabel yang semrawut di lingkungan mereka.
Kabel-kabel melintang di atas jalan tidak beraturan dan membahayakan para
pengguna jalan jika ada kabel yang putus. Pun sangat mengganggu ketika
masyarakat melaksanakan ritual adat dan keagamaan.
Masyarakat menyadari bahwa semakin maju kota maka
semakin banyak dibutuhkan prasarana untuk menunjang kegiatan yang ada di dalam
kota. Penambahan utilitas dari tahun ke tahun adalah salah satu untuk memenuhi
kebutuhan prasarana perkotaan. Masyarakat dan pengusaha membutuhkan sarana
telekomunikasi, listrik dan air. Penambahan setiap utilitas membutuhkan
kegiatan gali-menggali atau pemasangan di udara. Menjadi dilema bagi
pemerintah, penambahan utilitas tidak mungkin dilarang karena dibutuhkan untuk
kegiatan perekonomian. Sedangkan jika pemerintah mengijinkan berarti membiarkan
kesemrawutan utilitas di udara dan membiarkan gali-menggali sepanjang masa jika
utilitas harus ditanam. Walaupun sesungguhnya sudah ada peraturan pemerintah yang
mengatur penempatan utilitas namun realitasnya kesemrawutan sudah terjadi.
Siapakah yang harus bertanggungjawab terhadap
kesemrawutan utilitas saat ini? Yang bertanggungjawab seharusnya pemilik
utilitas dan pemerintah. Pemilik utilitas harus bertanggung untuk tidak
memasang utilitas secara sembarangan yang merusak estetika. Pemerintah sebagai
pemilik jalan dan pemberi ijin terhadap pemasangan utilitas harus mengawasi
dengan ketat setiap pemasangan utilitas. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
harus mulai memikirkan faktor estetika dalam mengelola jalan yang menjadi
tanggungjawabnya, baik jalan nasional jalan propinsi maupun jalan kabupaten.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus duduk bersama dalam penanganan
masalah kesemrawutan utilitas saat ini. Karena bagaimanapun juga efek
kesemrawutan utilitas pasti diterima oleh daerah dimana utilitas tersebut
berada, tidak peduli apakah posisi utilitas berada di jalan nasional atau di
jalan propinsi.
Kegiatan penanganan utilitas harus dimulai saat ini
agar kesemrawutan tidak semakin parah. Jika ditunda-tunda maka biaya konstruksi
penyiapan sarana utilitas akan semakin mahal kedepannya. Pada setiap
pembangunan jalan baru, pemerintah harus sudah menyiapkan sarana utilitas
terpadu. Hal ini untuk menghindari pekerjaan galian berulang setelah jalan
dimanfaatkan. Untuk menghemat biaya pembangunan maka sarana utilitas yang
disiapkan bisa digabung dengan bangunan drainase, dengan sedikit memperbesar
dimensi drainase dan pengawasan yang ketat pada saat pemilik utilitas memasang
utilitasnya di dalam saluran. Sedangkan untuk jalan-jalan yang sudah ada,
pemerintah minimal harus memulai menghilangkan kesemrawutan disetiap
persimpangan jalan. Caranya adalah dengan memasang box utilitas melintang di
bawah jalan disetiap persimpangan. Tujuannya agar semua kabel yang melintang di
udara bisa dimasukkan ke dalam box utilitas tersebut. Pada saat pemerintah
melaksanakan kegiatan pelebaran jalan, seperti halnya pelebaran Jalan Imam
Bonjol Denpasar, alangkah baiknya jika pihak pengelola kegiatan menyiapkan box
utilitas melintang pada setiap jarak 50 atau 100 meter. Dengan demikian maka
minimal tidak akan ada lagi kabel melintang setelah pekerjaan pelebaran jalan
selesai.
Pemerintah Kabupaten Badung melalui Dinas PUPR sejak
tahun 2014 sudah menyiapkan kajian dan desain utilitas terpadu untuk wilayah
Badung. Penyiapan Perda untuk mendukung hal tersebut juga sudah disiapkan dan
disosialisasikan ke masyarakat. Kordinasi dengan pihak pemilik utilitas (PLN
dan provider telekomunikasi) juga sudah dilakukan berulang. Masyarakat Badung
pada umumnya sangat mendukung rencana kegiatan penyiapan sarana utilitas
terpadu ini. Antusiasme masyarakatpun direspon oleh Pemkab Badung dengan
memulai kegiatan konstruksi sarana utilitas yang menyatu dengan konstruksi
saluran drainase untuk Jalan Popis Kuta dan sekitarnya sejak tahun 2016. Pada
tahun 2018 ini Pemkab Badung mulai menyiapkan secara bertahap sarana utilitas
terpadu di jalan utama, dimulai dari Jalan Raya Seminyak Basangkasa Kecamatan
Kuta dengan menggunakan box beton pracetak ukuran 150x180 cm. Pengerjaannya
menggunakan metode clean construction
untuk meminimalkan gangguan terhadap masyarakat dan wisatawan di wilayah
tersebut. Penurunan semua utilitas yang ada di udara akan dimulai oleh pemilik
utilitas pada tahun 2019 pada ruas yang sudah selesai penyiapan box
utilitasnya.
Semoga kegiatan ini menjadi motivasi bagi daerah lain
untuk juga menyiapkan sarana utilitas seperti yang dikerjakan oleh Kabupaten
Badung. Memang membutuhkan anggaran yang cukup besar. Tapi tanpa disadari,
kegiatan gali-menggali pada setiap pemasangan utilitas sebenarnya merugikan
karena dapat merusak badan jalan dan menimbulkan kemacetan. Demikian juga
penempatan utilitas secara sembarangan di dalam saluran drainase bisa
menyebabkan saluran tersumbat dan banjir. Kesemrawutan utilitas tidak sejalan
dengan peningkatan estetika kota / wilayah sebagai destinasi wisata.