16 Jun 2018

UTILITAS SEMRAWUT DI KOTA BUDAYA





Bali adalah destinasi wisata yang dibeberapa belahan dunia lebih dikenal dibandingkan dengan Negara Indonesia. Walau demikian, persaingan dengan beberapa destinasi wisata lainnya termasuk yang berada diluar Indonesia semakin hari semakin ketat. Banyak faktor yang mempengaruhi menang tidaknya kita bersaing dengan daerah atau negara lain dalam mendatangkan wisatawan. Salah satu hal yang luput dari perhatian kita bersama adalah kesemrawutan dalam pembangunan. Kebutuhan terhadap daya (listrik) dan sarana telekomunikasi membuat kota semakin semrawut dengan penambahan utilitas yang tidak teratur. Estetika kota menjadi hilang ditengah gencarnya kampanye kota budaya.

Cobalah tengok ke udara di perkotaan, pasti mata terganggu dengan banyaknya kabel melintang maupun memanjang sepanjang jalan. Ada kabel listrik yang karena beratnya  menyebabkan kabel tidak terpasang lurus, tapi melendut antar tiang. Ada kabel telekomunikasi yang jumlahnya tak terhitung, juga berserakan tak tertata. Tiang listrik dan tiang telekomunikasi milik beberapa provider berdiri bergerombol tak beraturan. Tidak bisa dibayangkan beberapa tahun kedepan, jika provider semakin bertambah dan kebutuhan daya semakin besar, tentu semakin semrawutlah kota kita. Bagi yang tidak terlalu memperhatikan, mungkin tidak tahu bahwa didalam tanahpun utilitas juga semrawut. Tengok juga ke dalam saluran drainase, disanapun kabel-kabel semrawut. Apakah kondisi seperti ini akan terus dibiarkan?

Sudah mulai ada keluhan dari masyarakat terhadap kondisi utilitas kita yang semrawut. Masyarakat  di Jalan Subak Sari Kuta Utara (Balipost, 17 April 2018) mengeluhkan kondisi kabel yang semrawut di lingkungan mereka. Kabel-kabel melintang di atas jalan tidak beraturan dan membahayakan para pengguna jalan jika ada kabel yang putus. Pun sangat mengganggu ketika masyarakat melaksanakan ritual adat dan keagamaan.

Masyarakat menyadari bahwa semakin maju kota maka semakin banyak dibutuhkan prasarana untuk menunjang kegiatan yang ada di dalam kota. Penambahan utilitas dari tahun ke tahun adalah salah satu untuk memenuhi kebutuhan prasarana perkotaan. Masyarakat dan pengusaha membutuhkan sarana telekomunikasi, listrik dan air. Penambahan setiap utilitas membutuhkan kegiatan gali-menggali atau pemasangan di udara. Menjadi dilema bagi pemerintah, penambahan utilitas tidak mungkin dilarang karena dibutuhkan untuk kegiatan perekonomian. Sedangkan jika pemerintah mengijinkan berarti membiarkan kesemrawutan utilitas di udara dan membiarkan gali-menggali sepanjang masa jika utilitas harus ditanam. Walaupun sesungguhnya sudah ada peraturan pemerintah yang mengatur penempatan utilitas namun realitasnya kesemrawutan sudah terjadi.

Siapakah yang harus bertanggungjawab terhadap kesemrawutan utilitas saat ini? Yang bertanggungjawab seharusnya pemilik utilitas dan pemerintah. Pemilik utilitas harus bertanggung untuk tidak memasang utilitas secara sembarangan yang merusak estetika. Pemerintah sebagai pemilik jalan dan pemberi ijin terhadap pemasangan utilitas harus mengawasi dengan ketat setiap pemasangan utilitas. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus mulai memikirkan faktor estetika dalam mengelola jalan yang menjadi tanggungjawabnya, baik jalan nasional jalan propinsi maupun jalan kabupaten. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus duduk bersama dalam penanganan masalah kesemrawutan utilitas saat ini. Karena bagaimanapun juga efek kesemrawutan utilitas pasti diterima oleh daerah dimana utilitas tersebut berada, tidak peduli apakah posisi utilitas berada di jalan nasional atau di jalan propinsi.

Kegiatan penanganan utilitas harus dimulai saat ini agar kesemrawutan tidak semakin parah. Jika ditunda-tunda maka biaya konstruksi penyiapan sarana utilitas akan semakin mahal kedepannya. Pada setiap pembangunan jalan baru, pemerintah harus sudah menyiapkan sarana utilitas terpadu. Hal ini untuk menghindari pekerjaan galian berulang setelah jalan dimanfaatkan. Untuk menghemat biaya pembangunan maka sarana utilitas yang disiapkan bisa digabung dengan bangunan drainase, dengan sedikit memperbesar dimensi drainase dan pengawasan yang ketat pada saat pemilik utilitas memasang utilitasnya di dalam saluran. Sedangkan untuk jalan-jalan yang sudah ada, pemerintah minimal harus memulai menghilangkan kesemrawutan disetiap persimpangan jalan. Caranya adalah dengan memasang box utilitas melintang di bawah jalan disetiap persimpangan. Tujuannya agar semua kabel yang melintang di udara bisa dimasukkan ke dalam box utilitas tersebut. Pada saat pemerintah melaksanakan kegiatan pelebaran jalan, seperti halnya pelebaran Jalan Imam Bonjol Denpasar, alangkah baiknya jika pihak pengelola kegiatan menyiapkan box utilitas melintang pada setiap jarak 50 atau 100 meter. Dengan demikian maka minimal tidak akan ada lagi kabel melintang setelah pekerjaan pelebaran jalan selesai.

Pemerintah Kabupaten Badung melalui Dinas PUPR sejak tahun 2014 sudah menyiapkan kajian dan desain utilitas terpadu untuk wilayah Badung. Penyiapan Perda untuk mendukung hal tersebut juga sudah disiapkan dan disosialisasikan ke masyarakat. Kordinasi dengan pihak pemilik utilitas (PLN dan provider telekomunikasi) juga sudah dilakukan berulang. Masyarakat Badung pada umumnya sangat mendukung rencana kegiatan penyiapan sarana utilitas terpadu ini. Antusiasme masyarakatpun direspon oleh Pemkab Badung dengan memulai kegiatan konstruksi sarana utilitas yang menyatu dengan konstruksi saluran drainase untuk Jalan Popis Kuta dan sekitarnya sejak tahun 2016. Pada tahun 2018 ini Pemkab Badung mulai menyiapkan secara bertahap sarana utilitas terpadu di jalan utama, dimulai dari Jalan Raya Seminyak Basangkasa Kecamatan Kuta dengan menggunakan box beton pracetak ukuran 150x180 cm. Pengerjaannya menggunakan metode clean construction untuk meminimalkan gangguan terhadap masyarakat dan wisatawan di wilayah tersebut. Penurunan semua utilitas yang ada di udara akan dimulai oleh pemilik utilitas pada tahun 2019 pada ruas yang sudah selesai penyiapan box utilitasnya.

Semoga kegiatan ini menjadi motivasi bagi daerah lain untuk juga menyiapkan sarana utilitas seperti yang dikerjakan oleh Kabupaten Badung. Memang membutuhkan anggaran yang cukup besar. Tapi tanpa disadari, kegiatan gali-menggali pada setiap pemasangan utilitas sebenarnya merugikan karena dapat merusak badan jalan dan menimbulkan kemacetan. Demikian juga penempatan utilitas secara sembarangan di dalam saluran drainase bisa menyebabkan saluran tersumbat dan banjir. Kesemrawutan utilitas tidak sejalan dengan peningkatan estetika kota / wilayah sebagai destinasi wisata.